CERITA FIKSI
RIANA
Leonardo Agastya
Aku
berjalan menyusuri trotoar dengan raut tak menentu. Sedih, marah, atau kecewa,
semuanya menyatu. Aku terus melangkah. Hingga tiba-tiba langkahku terhenti pada
sebuah etalase yang memamerkan beragam cermin. Mataku terpusat pada salah satu
cermin dengan model feminin. Tidak terlalu besar dan warnanya merah jambu. Aku
memandang diriku sejenak pada cermin itu. Sungguh kacau diriku. Semakin lama,
diriku seakan-akan dihisap oleh cermin itu dan sebuah lorong yang tak
tergambarkan dengan jelas membawaku pada kejadian tiga hari sebelumnya.
Aku
duduk di sebuah kafe kecil yang berada di pinggiran kota. Siang itu, aku
membaca sambil menikmati secangkir kopi pahit. Tak terasa aku telah membaca
selama tiga jam hingga hari sudah malam. Ketika aku berkemas untuk pulang ke
rumah, seorang wanita menegurku,
“Hujan
Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono?” Tanya wanita itu penasaran. Nampaknya,
wanita itu menanyakan buku yang aku pegang.
“Iya.”
Jawabku.
“Oh
iya. Aku Riana. Riana
Atmodjo. Asal dari Solo.” Katanya sambil memberikan tangannya
kepadaku.
“Hadi Kusuma. Panggil saja
Hadi. Asli orang sini, Yogyakarta.”
Kami berdua keluar dari kafe
sambil terus berbincang tentang sajak-sajak karya Sapardi Djoko Damono yang
sederhana namun mengesan. Kami tak punya tujuan. Aku tak merasa cemas, namun
nyaman. Tak terasa sudah tengah malam. Dalam waktu yang selama itu, kami hanya
berbincang tentang sajak-sajak. Tak ada yang istimewa.
Di
seberang tenggara Tugu Jogja, kami saling berpandangan. Dia mengucapkan suatu
kalimat yang akan selalu terkenang olehku.
“Kalau kamu ingin mengenal
siapa dirimu, tataplah sebuah cermin. Aku sering melakukannya
dengan cermin merah jambu milikku di rumah.”
Dia berlari ke utara dan menyebrangi
jalan. Tak
peduli dengan lampu berwarna hijau,
“BRAKKK!!!!”
Sebuah
Livina berwarna putih menabrak seorang wanita hingga terpental jauh. Riana,
seorang wanita yang baru saja membuatku bahagia.
Yogyakarta, 13 September 2019
Cerita fiksi ini pernah diikutsertakan dalam sebuah lomba.
“Kalau kamu ingin mengenal siapa dirimu, tataplah sebuah cermin. Aku sering melakukannya dengan cermin merah jambu milikku di rumah.”
Komentar
Posting Komentar